BERITA REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Peran jurnal ilmiah tidak hanya sebagai publikasi hasil penelitian para peneliti tetapi juga digunakan oleh sejumlah negara sebagai bahan untuk mengambil kebijakan. Hal itu disampaikan Direktur Riset dan Inovasi IPB, Prof Iskandar Z Siregar.
“Negara-negara asing sudah menggunakan jurnal sebagai bahan untuk mengambil kebijakan, seperti Jepang, dan negara maju lainnya,” kata Iskandar dalam kegiatan publikasi jurnal peternakan dan Hayati IPB, Senin (27/4).
Menurut Iskandar, Indonesia sedang mengarah menjadi negara yang berbasis ilmu pengetahuan. Langkah tersebut dibuktikan oleh Pemerintah Kota Bogor yang beberapa kali melibatkan perguruan tinggi dalam pengambilan kebijakan seperti tata kelola sungai, taman dan PKL.
“Saya melihat Indonesia sedang mengarah ke sana, pengambilan kebijakan berbasis ilmu pengetahuan. Kota Bogor sudah membuktikan itu,” katanya.
Selain bermanfaat bagi pengambil kebijakan, peran jurnal juga diperlukan oleh swasta atau pengusaha untuk melihat situasi dan kondisi suatu wilayah sebelum melakukan investasi.
“Misalnya pengusaha ini mau melakukan budidaya ternak, mereka pasti akan melihat dulu di jurnal ternak apa yang potensial, bagaimana kondisi daya dukung lingkungannya. Bahkan mereka mengundang penelitinya untuk meminta keterangan lebih jauh,” katanya.
Iskandar menyebutkan, IPB telah memiliki dua
jurnal yang sudah terverifikasi oleh jurnal internasional. Sehingga
penelitian yang masuk dalam jurnal tersebut tidak hanya diakui oleh
Dikti juga oleh Scopus.
Scopus adalah lembaga pengindeksasi karya
ilmiah bereputasi internasional seperti jurnal ilmiah, buku dan
prosiding konferensi. Dua jurnal milik IPB yang sudah terindek Scopus
yakni Hayati ‘Journal of Biosciences’ dan Media Peternakan ‘Journal of
Animal and Technology’.
Hadirnya dua jurnal ilmiah tersebut membuktikan reputasi IPB sebagai perguruan tinggi berbasis riset. ‘Chief Editor’ Jurnal Peternakan, Prof. Komang G Wiryawan, menyebutkan, masuknya Jurnal Ilmiah IPB terindeks jurnal internasional seperti Scopus selain dapat meningkatkan ‘visibility’ atau keterbacaan oleh peneliti dari berbagai negara, juga meningkatkan jumlah sitasi dan h -indeks.
“Selain itu, jumlah sitasi oleh peneliti yang mempublikasikan artikelnya pada jurnal yang terindeks scopus juga meningkat,” katanya.
Menurutnya, yang paling penting adalah jumlah naskah yang masuk ke Jurnal Media Peternakan meningkat sangat tajam sehingga penolakan naskah cukup tinggi yaitu lebih dari 40 persen. Hal ini memungkinkan Media Peternakan melakukan seleksi naskah yang berbobot dan memiliki nilai kebaruan yang tinggi.
Ia menjelaskan, bagi Indonesia, jurnal ilmiah internasional memperkenalkan potensi penelitian di Indonesia dapat meningkatkan kerjasama penelitian internasional, serta menjaga hak cipta publikasi tetap ada di Indonesia.
“Tak kalah penting juga meningkatkan akses bagi masyarakat luas untuk mengadopsi dan menerapkan hasil penelitian di lapangan,” katanya.
Komang menambahkan, perlu kerja keras semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan jumlah jurnal nasional terindeks di Scopus dan Web of Science untuk meningkatkan jumlah publikasi internasional sehingga tidak kalah dari Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sementara Dr Berry Juliandi MSi, selaku Chief Editor Hayati Journal of Bioscience (HJB) mengatakan, HJB sejak 1994 telah mempublikasikan artikel-artikel ilmiah di bidang biosains mulai dari level molekuler hingga ekosistem dan untuk semua jenis makhluk hidup.
Sejak tahun 2005 lanjutnya, HJB memulai proses internasionalisasi jurnal dengan mengganti bahasa dari Indonesia ke bahasa Inggris. Sebelum akhirnya terindeks SCOPUS, HJB telah terlebih dahulu terindeks atau terdaftar di berbagai lembaga seperti DOAJ, ProQuest, Agricola, EBSCO dan CABI. HJB juga telah dihosting Elsevier sejak tahun 2015 dan tersedia secara gratis di Science Direct (Elsevier).
Menurutnya, HJB akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. HJB mempublikasikan berbagai penemuan peneliti Indonesia dan internasional di bidang Biosains Tropika yang sangat erat kaitannya ke masyarakat, seperti studi makanan dan buah-buahan (tempe, kelapa, pisang, dll); studi keragaman hewan endemik Indonesia (orang utan, komodo, dan lain-lain), studi manusia (variasi wajah, kecerdasan, dan lain-lain), studi kelautan dan perikanan (karang laut, udang, ikan, dan lain-lain), dan studi-studi lainnya yang dapat membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya dan pemerintah dalam mengambil kebijakan.
“Harapan kami penelitian-penelitian Indonesia dan yang terkait dengan penelitian Indonesia di bidang Biosains Tropika dapat diketahui dan dihargai oleh dunia internasional,” kata Berry.